Powered By Blogger

Alil Muhazali Palito Alam

Alil Muhazali Palito Alam

Selasa, 12 Juli 2011

Makalah Supervisi Klinis


MAKALAH
SUPERVISI PENDIDIKIAN
Tentang
SUPERVISI KLINIS

Oleh:
Alil Muhazali


Dosen pembimbing:
Drs. Aminuddin Syam, M.Pd


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM-B
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1432 H/2011 M
SUPERVISI KLINIK
A.    Pengertian
Secara umum supervisi klinis diartikan sebagai bentuk bimbingan profesional yang diberikan kepada guru berdasarkan kebutuhannnya melalui siklus yang sistematis. Siklus sistematis ini   meliputi: perencanaan, observasi yang cermat atas pelaksanaan dan pengkajian hasil observasi dengan segera dan obyektif tentang penampilan mengajarnya yang nyata.
Johan J. Bolla ( 1985 : 19 ) mengatakan bahwa,  supervisi klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan profesional guru dalam pelaksanaan proses pemelajaran. Bimbingan diarahkan pada upaya pemberdayaan guru dalam menguasai aspek teknis pemelajaran. Dengan bimbingan tersebut diharapkan terjadi peningkatan kualitas pemelajaran.
Pelaksanaan supervisi klinis menuntut perobahan paradigma guru dan supervisor. Supervisi dilakukan bukan dalam kontek mencari kesalahan dan kelemahan guru yang di supervisi. Antara guru yang disupervisi dengan supervisor adalah mitra sejajar, bukan merupakan hubungan antara bawahan dan atasan dan atau hubungan antara guru dengan murid. Secara kemitraan keduanya menganalisis proses pemelajaran yang telah dirancang dan disepakati, kemudian dicarikan alternatif pemecahan permasalah yang ditemui dalam proses pemelajaran tersebut agar dapat ditingkatkan kualitasnya.
Supervisi klinis dapat dilakukan atas permintaan guru, karena ia merasa bulum mampu melaksanakan strategi atau keterampilan mengajar terntentu, atau guru tersebut menemui masalah dalam proses pemelajaran yang ia tidak mempu mengatasinya sendiri. Guru juga dapat meminta agar ia disupervisi dengan supervisi klinis, karena ia  merasa kurang maksimal dalam pelaksanaan proses pemelajaran.
Supervisi klinis juga dapat diminta oleh kepala sekolah agar dilakukan terhadap guru tertentu. Hal ini didasari  oleh hasil analisis supervisi umum yang dilakukan oleh kepala sekolah dan atau tim yang ditunjuk kepala sekolah. Hasil supervisi memberikan petunjuk bahwa guru tertentu perlu bantuan dan bimbingan agar mampu melaksalanakan proses pemelajaran yang lebih berkualitas dan bermakna.
Berdasarkan dua pertimbangan di ataslah supervisi klinis dapat dilakukan terhadap seorang guru. Walaupun demikian masih dituntut persetujuan, kerelaan dan pemahaman yang mendalam dari guru yang akan di supervisi dengan supervisi klinis.
Selanjutnya La Solo (1983 : 56 ) menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan supervisi klinis, antara lain adalah:
Ø  Supervisi klinis dilakukan dalam bentuk bimbingan dan atau berbagi pengalaman dan pengetahuan untuk meningkatkan kualitas pemelajaran, bukan perintah atau instruksi atasan pada bawahan.
Ø  Aspek dan jenis keterampilan yang akan disupervisi diusulkan oleh guru dan atau sebuah kesepakan hasil kajian bersama antara guru dengan supervisor.
Ø  Walaupun guru menggunakan berbagai strategi, metoda, media dan keterampilan pemelajaran secara terintegrasi, sasaran supervisi klinis hanya pada aspek dan jenis keterampilan yang disepakati.
Ø  Instrumen supervisi dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan.
Ø  Supervisor merefleksikan data dan fakta objektif hasil observasi selama proses pemelajaran berlansung.

makalah Evaluasi Media Pengajaran


EVALUASI MEDIA PENGAJARAN
A.     PENGERTIAN
1.      Evaluasi[1]
Kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983).
Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya
Menurut Curtis, Dan B; Floyd, James J.; Winsor, Jerryl L.
Evaluasi adalah proses penilaian.  Penilaian ini bisa menjadi netralpositif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya.
Suharsimi Arikunto (2004 : 1) evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.
Worthen dan Sanders  (1979 : 1) evaluasi adalah mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu. Karenanya evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal tersebut senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang telah mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya tersebut telah sesuai dengan keinginannya semula.
Stufflebeam dalam worthen dan sanders (1979 : 129) evaluasi adalah : process of delineating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatives. Dalam evaluasi ada beberapa unsur yang terdapat dalam evaluasi yaitu : adanya sebuah proses (process) perolehan (obtaining), penggambaran (delineating), penyediaan (providing) informasi yang berguna (useful information) dan alternatif keputusan.
Sedangkan, Rooijackers Ad mendefinisikan evaluasi sebagai ;setiap usaha atau proses dalam menentukan nilai”. Secara khusus evaluasi atau penilaian juga diartikan sebagai proses pemberian nilai berdasarkan data kuantitatif hasil pengukuran untuk keperluan pengambilan keputusan.
Dan menurut Anne Anastasi (1978) mengartikan evaluasi sebagai ; a systematic process of determining the extent to which instructional objective are achieved by pupils”. Evaluasi bukan sekadar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tujuan yang jelas.

2.      Media
Pengertian media mengarah pada sesuatu yang mengantar/meneruskan informasi (pesan) antara sumber (pemberi pesan) dan penerima pesan. Media adalah segala bentuk dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyajian informasi (AECT Task Force,1977:162) ( dalam Latuheru,1988:11). Robert Heinich dkk (1985:6) mengemukakan definisi medium sebagai sesuatu yang membawa informasi antara sumber (source) dan penerima (receiver) informasi. Masih dari sudut pandang yang sama, Kemp dan Dayton (1985:3), mengemukakan bahwa peran media dalam proses komunikasi adalah sebagai alat pengirim (transfer) yang mentransmisikan pesan dari pengirim (sander) kepada penerima pesan atau informasi (receiver).(Sumber: Laria, Kartika 2008. Kajian Pustaka: Media Pembelajaran). [2]
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman,2002:6).
Latuheru(1988:14), menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Berdasarkan definisi tersebut, media pembelajaran memiliki manfaat yang besar dalam memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran. Media pembelajaran yang digunakan harus dapat menarik perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar dan lebih merangsang kegiatan belajar siswa. (Haryalesmana,Devid 2008. Pengertian Media Pembelajaran). [3]
Kata media berasal dari bahasa Latin Medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Tetapi secara lebih khusus, pengertian media dalam proses pembelajaran diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa, sehingga dapat terdorong terlibat dalam proses pembelajaran. Gagne mengartikan media sebagai berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Heinich, Molenda, Russel (1996:8) menyatakan bahwa : “A medium (plural media) is a channel of communication, example include film, television, diagram, printed materials, computers, and instructors. (Media adalah saluran komunikasi termasuk film, televisi, diagram, materi tercetak, komputer, dan instruktur). AECT (Assosiation of Education and Communication Technology, 1977), memberikan batasan media sebagai segala bentuk saluran yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. NEA (National Education Assosiation) memberikan batasan media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak, audio visual, serta peralatanya. (Nursidik,Yahya 2008. Media Pembelajaran). [4]
Kata media berasal dari kata medium yang secara harfiah artinya perantara atau pengantar. Banyak pakar tentang media pembelajaran yang memberikan batasan tentang pengertian media. Menurut EACT yang dikutip oleh Rohani (1997 : 2) “media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi”. Sedangkan pengertian media menurut Djamarah (1995 : 136) adalah “media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai Tujuan pembelajaran”. Selanjutnya ditegaskan oleh Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4) yaitu : “media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar”. (Kusumah,Wijaya 2007. Media Pembelajaran).[5]
3.      Pengajaran[6]
Menurut james O. Whittaker (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
Winkel, belajar adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap.
Cronchbach (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Howard L. Kingskey (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.
Drs. Slameto (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu  itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.
(Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999)
Belajar adalah  serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.
R. Gagne (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) hal 22. Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku
Herbart (swiss) Belajar adalah suatu proses pengisian jiwa dengan pengetahuan dan pengalamn yang sebanyak-banyaknya dengan melalui hafaln
Robert M. Gagne dalam buku: the conditioning of learning mengemukakan bahwa: Learning is change in human disposition or capacity, wich persists over a period time, and which is not simply ascribable to process a groeth. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan karena proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalm diri dan keduanya saling berinteraksi.
Lester D. Crow and Alice Crow (WWW. Google.com) Belajar adalah acuquisition of habits, knowledge and attitudes. Belajar adalah upaya-upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap.
Ngalim Purwanto (1992) (WWW. Google.com) Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagi hasil dari suatu latihan atau pengalaman.

B.     TUJUAN EVALUASI MEDIA PENGAJARAN
Menurut pendapat Azhar Arsyad didalam bukunya Media Pembelajran menyatakan ada beberapa tujuan  mengevaluasi media pengajaran, yaitu:[7]
1.      Menentukan apakah media pembelajaran itu efektif.
2.      Menentukan apakah media itu dapat diperbaiki atau ditingkatkan.
3.      Menetapkan apakah media itu cost-efektif  dilihat dari hasil belajar siswa
4.      Memilih media pembelajaran yang sesuai untuk dipergunakan dalam proses belajar dalam kelas.
5.      Menentukan apakah isi pelajaran sudah tepat disajikan dengan media itu.
6.      Menilai kemampuan guru menggunakan media pembelajaran.
7.      Mengetahui apakah media pembelajaran itu benar-benar memberikan sumbangan terhadap hasil belajar.
8.      Mengetahui sikap siswa terhadap media pembelajaran.
9.      Memberikan informasi untuk kepentingan administrasi.
10.  Untuk memperbaiki alat media itu sendiri.

C.     ASPEK – ASPEK EVALUASI MEDIA PENGAJARAN
Aspek penilaian media pengajaran hanya 3 aspek, yaitu aspek rekayasa perangkat lunak, aspek instructional design (desain pembelajaran) dan aspek komunikasi visual..[8]
1.      Aspek Rekayasa Perangkat Lunak
·         Efektif dan efisien dalam pengembangan maupun penggunaan media pembelajaran
·         Reliable (handal)

pandangan Filsafat Pendidikan Islam terhadap Aliran - Aliran dalam Filsafat pendidikan


MAKALAH
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Tentang

PANDANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN

                                        

Oleh Kelompok    :

DAIRIZKI                             : 409.279
DINI KRISTINA                  : 409.146
RENGGIA FERARI                        : 409.020
FITRAH HIDAYATI           : 409. 025
ZESPIRA HENDRO                        : 409.209
BASARIA                              : 409.140


Dosen Pembimbing    :

Prof. Dr. H. RAMAYULIS
FAUZA MASYHUDI, M.A



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
2011 M / 1432 H
BAB I
PENDAHULUAN


Proses pertumbuhan filsafat sebagai hasil pemikiran para filosof dalam rentang waktu yang dilaluinya telah melahirkan berbagai macam pandangan. Pandangan para filosof tersebut adakalanya bersifat saling mendukung, tetapi tak jarang pula yang bertentangan. Hal ini dapat dimaklumi karena hasil pemikiran seorang filosof bukan merupakan komponen yang dapat berdiri sendiri, akan tetapi senantiasa dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti pendekatan yang dipakai serta setting sosial pemikiran filosof tersebut dimunculkan.
Dalam perjalanan sejarahnya, filsafat pendidikan telah melahirkan berbagai pandangan, yang cenderung menimbulkan keraguan yang sulit untuk dikompromikan. Hal ini disebabkan karena masing pandangan berusaha mempertahankan pendapatnya sebagai suatu kebenaran. Pandangan dari berbeda-beda tersebut melahirkan berbagai aliran, seperti eksisitensialisme, realisme, pragmatisme, idealisme, humanisme, dan lain-lain. Untuk mengenal aliran-aliran tersebut, dibawah ini akan diuraikan garis-garis besar aliran-aliran filsafat pendidikan, dan kemudian dihubungkan dengan falsafah pendidikan Islam.















BAB II
PEMBAHASAN

PANDANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN

A.    IDEALISME
1.      Hakikat Idealisme
Idealisme termasuk dalam kelompok tertua. Tokoh aliran ini adalah Plato (427-347 SM) yang secara umum dipandang sebagai bapak Idealisme di Barat. Aliran ini menurut Poedjawijatna memandang dan menganggap yang nyata hanya idea. Idea tersebut selalu tetap atau tidak mengalami perubahan atau pergeseran. Aliran filsafat idealisme menekankan moral dan realitas spiritual sebagai sumber-sumber utama di alam ini.

2.      Prinsip- prinsip Idealisme
a.       Menurut Idealisme bahwa realitas tersusun atas subtansisebagaimana gagasan-gagasan atau ide-ide (spirit). Menurut penganut idealisme, dunia beserta bagian-bagiannya harus dipandang sebagai sistem yangt masing-masing unsurnya saling berhubungan.
b.      Realitas atau kenyataan yang tampak di alam ini bukanlah kebenaran yang hakiki, melainkan hanya gambaran atau ekspresi dari ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.
c.       Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi daripada materi bagi kehidupan manusia.
d.      Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang Theosentris (berpusat kepada “Tuhan), kepada jiwa, spiritualitas, hal-hal yang Ideal, dan kepada norma-norma yang mengandung kebenaran mutlak.





3.      Implementasi Idealisme dalam Pendidikan
a.       Pendidikan bukan hanya mengembangkan atau menumbuhkan tetapi juga harus digerakkan ke arah tujuan, yaitu terhadap tujuan dimana nilai telah direakisasikan ke dalam bentuk yang kekal tak terbatas.
b.      Belajar adalah proses “Self development of mind as Spiritual Substancie” yang menempatkan jiwa bersifat kreatif.
c.       Tujuan pendidikan adalah menjaga keunggulan (excellence) kultural, sosial dan spiritual; memperkenalkan nsuatu spirit seperti kehidupan intelektual; membangun manusia dan masyarakat yang idea.
d.      Pendidikan idealisme berusaha agar seseorang dapat mencapai kesempurnaan dirinya, yaitu mencapai nilai-nilai dan ide-ide yang diperlukan oleh semua manusia secara bersama-sama.
e.       Tujuan pendidikan idealisme adalah ketetapan mutlak. Untuk itu, kurikulum pendidikan seyogianya bersifat tetap, dan tidak menerima perkembangan.
f.       Peranan pendidik menurut aliran idealisme adalah memenuhi akal peserta didik dengan hakikat-hakikat dan pengetahuan yang tepat.

Pandangan Filsafat Pendidikan Islam terhadap Idealisme
Pendidikan Idealisme  mengutamakan atau bertitik tolak kepada kemutlakan roh dan mengabaikan hal-hal yang bersifat materi (fisik). Dengan proses ini, pendidikan akan mampu mengantarkan peserta didik untuk terhindar dari kehidupan yang disharmonis. dalam filsafat pendidikan Islam, pendidikan seyogianya mampu mengarahkan manusia pada kehidupan yang seimbang, baik keseimbangan antara roh dan jasad, keseimbangan antara materil dan spiritual, keseimbangan antara individu dan masyarakat, serta keseimbangan dunia dan ukhrawi.
Dalam beberapa aspek , filsafat pendidikan islam memiliki prinsip-prinsip yang serupa dengan prinsip idealisme, terutama idealisme spiritualistis. Hal ini disebabkan, karena idealisme mengakui adanya zat tertinggi yang menciptakan realitas alam semesta sertamenggerakkan hukum-hukum-Nya, termasuk sanksi-sanksinya. Dengan demikian pendidikan moral dalam Islam menjadi sangat penting dalam rangka membina manusia yang berakhlak mulia.
Selanjutnya, titik perbedaan antara pendidikan moral menurut idealisme dan Islam terletak pada sanksi dan sumber moral diambil/dijadikan pedoman. Bagi Idealisme, sanksi bagi pendidikan moral terletak di dalam susunan dunia moral. Sedangkan menurut Islam sanksi-sanksi moral tersebut terletak pada siksa Tuhan. Sementara sumber moral pun berasal dari tuhan.

B.     REALISME
1.      Hakikat Realisme
Realisme berasal dari real yang berarti aktual atau yang ada. Realisme adalah aliran yang patuh kepada yang ada (fakta). Realisme termasuk kedalam kelompok pemikiran klasik. Aliran ini berpijak atas dasar percaya akan hakikat-hakikat yang kekal dan tidak mengalami perubahan dalam situasi dan kondisi apapun. Kaum realisme memandang dunia ini dari sudut materi. Menurut mereka, realitas di dunia ini adalah alam. Segala sesuatu berasal dari alam dan yang menjadi subjek adalah hukum alam (dunia nyata, alam dan benda).

2.      Prinsip-prinsip Realisme
a.       Manusia bisa sampai kepada hakikat tertinggi yang mutlak dan bisa mengajarkan orang lain akan hakikat-hakikat. Aliran filsafat ini terpusat pada dasar bahwa substansi alam manusia tergambar dalam dua kekhususan, yaitu berbicara dan berfikir.
b.      .Aliran ini memandang masyarakat atas dasar tiga prinsip pokok, yaitu : (1). Adanya alam adalah nyata, wujud dan tetap, tak ada peranan manusia dalam membinanya atau menciptakannya. (2). Adanya alam ini bisa dikenal manusia dengan jalan akal. (3). Pengenalan adalah penuntun tingkah lakunya, baik tingkah laku perorangan atau masyarakat.
c.       Berangkat dari pandangan tersebut, maka masyarakat hendaknya berjalan atas undang-undang yang tetap dan dalam kemampuan manusia untuk membentuk tingkah lakunya sesuai dengan undang-undang tersebut.
d.      Aliran ini menghormati sains dan mempertahankan hubungan yang erat antara sains dengan filsafat.

3.      Implementasi Realisme dalam Pendidikan
a.       Tujuan pendidikan adalah tranmisi dari ; (1). Kebenaran universal yang terpisah dari pikiran, pendapat dan pernyataan intelektual (2). Pengetahuan Tuhan, pengetahuan manusia dan masalah alamiah hanya ada jika ada Tuhan, (3). Nilai atau keunggulan kultural pendidikan seharusnya menjadikan seseorang sadar terhadap dunia nyata, termasuk nilai dan potensi kehidupan.
b.      Metode pengajaran dalam pendidikan realisme tunduk pada prinsip “mempengaruhi dan menerima” dimana realisme menentukan tujuan pendidikannya dengan mempengaruhi dan memandang kenyataan atau realita materi pendidikan yang utama.
c.       Perhatian pendidikan realisme tertuju pada pemenuhan akal para murid dengan peraturan-peraturan dan hakikat-hakikat yang terlihat dari alam.
d.      Realisme mempercayai adanya perubahan yang terbatas dan berjalan menuju satu arah.
e.       Seorang guru realisme mesti ahli dalam bidang studinya( kompetensi professional).



Pandangan Filsafat Pendidikan Islam terhadap Realisme
a.       Penerapan realismeyang cenderung menekankan pada aspek fisik dalam proses pendidikan akan menimbulkan ketidakseimbangan pengembangan potensi peserta didik. Hal ini disebabkan, karena peserta didik  adalah manusia yang memiliki potensi fisik dan psikis yang masing-masingnya membutuhkan bimbingan untuk berkembang secara optimal. Penitikberatan pada satu aspek saja berarti akan mengorbankan atau merugikan aspek lainnya. Dalam konteks ini, Islam memandang manusia sebagai makhluk yang terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Oleh sebab itu, pendidikan dalam Islam  merupakan suatu kegiatan yang terarah untuk mengembangkan potensi yang terkandung dalam kedua unsur tersebut secara maksimal.
b.      Indra dan akal manusia memiliki keterbatasan-keterbatasan dalam mengamati sesuatu. Oleh sebab itu, akal dan indra tidak dapat dijadikan satu-satunya acuan untuk menentukan sesuatu itu benar. Untuk itulah, dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, diperlukan adanya wahyu untuk dapat menuntun manusia menuju kebenaran yang hakiki. Manusia tidak dapat menemukan kebenaran hakiki hanya tatkala manusia mengandalkan panca indra dan akal saja, tetapi manusia juga membutuhkan tuntunan wahyu (agama).
c.       Dalam realisme, pendidikan luar sekolah sangat terbatas. Sedangkan dalam filsafat pendidikan Islam, pendidikan luar sekolah (keluarga dan lembaga sosial) mempunyai peran yang besar dalam pembentukan kepribadian peserta didik.
d.      Syarat seorang guru dalam filsafat realisme adalah professional dalam bidangnya, karna tugasnya hanya sekedar mentransfer ilmu. Sementara dalam pendidikan Islam, seorang guru di samping professional, juga seorang yang dapat menjadikan dirinya sebagai Uswah hasanah bagi peserta didiknya. Hal ini disebabkan, karena tugas pendidikan dalam islam bukan saja mentransfer ilmu, tetapi juga internalisasi nilai-nilai lahiah.
C.    PERENIALISME
1.      Hakikat perenialisme